INDOPOS.CO.ID – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyoroti munculnya program bantuan alat masak nasi (rice cooker) gratis di saat harga beras melambung tinggi. Bagi Kurniasih, saat ini yang dibutuhkan emak-emak adalah harga pangan murah dan terjangkau, alih-alih bantuan alat masak yang memakan anggaran besar.
“Sederhana saja, saat ini harga beras lagi tinggi-tingginya. Yang diperlukan emak-emak hari ini adalah pangan murah, itu saja. Kendalikan harga pangan agar terjangkau dan murah, itu lebih prioritas dibandingkan program bagi-bagi rice cooker yang menelan anggaran besar ini,” ujar Kurniasih dalam keterangannya yang diterima indopos.co.id, Kamis (12/10/2023).
Pengadaan Alat Memasak Berbasis Listrik ini dianggarkan Rp347 Miliar untuk 680.000 calon penerima manfaat. Menurut Kurniasih, emak-emak akan lebih terbantu dengan subsidi bantuan harga pangan pokok untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kurniasih menuturkan menjadi sebuah kebijakan paradoks jika sebelumnya salah satu menteri meminta agar masyarakat beralih tidak mengonsumsi beras ke ubi-ubian melihat melambungnya harga beras. Namun, kementerian lain justru memberikan bantuan alat memasak nasi dengan anggaran besar.
“Rakyat diminta makan ubi-ubinya karena beras mahal, namun diberikan bantuan alat memasak nasi. Daripada tidak sinkron kebijakan, pastikan harga pangan pokok terjangkau. Itu saja yang dibutuhkan mak-mak Indonesia,” kata Politisi Fraksi PKS ini.
Politisi PKS lainnya, Hidayatullah turut mempertanyakan program bagi-bagi Rice Cooker dari pemerintah yang menghabiskan dana Rp 347 miliar anggaran negara ini.
“Secara ekonomi tidak ada dampak signifikan, justru rumah tangga dengan daya 450 VA kian menambah beban bayar listrik rakyat akan mahal efek besaran watt penanak nasi sekitar 200-300 watt,” ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR ini ini memandang, kebijakan anggaran seharusnya diprioritaskan sesuai arah dari APBN misalnya untuk memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang masih tertinggal dari negara asia tenggara lain seperti Singapura, Thailand, atau Malaysia.
“Bandingkan anggaran rice cooker sebesar Rp 347 miliar lebih tinggi dibanding anggaran untuk gizi balita, makanan tambahan ibu hamil, dan pelatihan nakes hanya Rp 205 miliar di Kemenkes dan BKKBN cuma senilai Rp 54 miliar. Ini kan memprihatinkan,” ujarnya.
Anggota Legislatif asal Medan ini mempertanyakan esensi program tersebut bagi perekonomian nasional, program dinilai lebih condong memberi keuntungan bagi segelintir produsen penanak nasi.
“Situasi ini sepertinya akan kembali mengulang kegagalan rencana kompor induksi listrik, dimana menyelesaikan masalah oversupply kelebihan listrik dengan cara yang kurang pas, proyek ini untuk untungkan siapa?,” cetusnya.
“Jadi, atas dasar itu, saya minta program ini dikaji ulang,” pungkasnya menambahkan. (dil)
Quoted From Many Source